Kekuatan sebuah Do’a
Sebuah riwayat mengisahkan bahwa ketika Allah swt
menciptakan Nabi Adam as yang rencananya akan ditempatkan di muka bumi,
mengundang Tanya para malaikat, “Mampukah manusia menempati bumi?” Pasalnya, ketika itu bumi belum stabil, tidak berputar pada porosnya. Masih bergerak tak menentu tanpa arah yang pasti.
“Aku akan menjadikan gunung!” Ketika gunung tercipta maka bumipun menjadi tenang. Bergerak stabil berputar pada porosnya.
Para malaikat pun terheran-heran menyaksikan kekuatan pasak bumi bernama gunung yang sangat hebat itu. Mereka pun penasaran dan bertanya lagi kepada Allah swt, sehingga terjadilah dialog selanjutnya.
“Adakah yang lebih kuat daripada gunung?”
“Ada, yaitu besi!”
“Adakah yang lebih kuat daripada besi?”
“Ada, yaitu api!”
“Adakah yang lebih kuat daripada api?”
“Ada, yaitu air!”
“Adakah yang lebih kuat daripada air?”
“Ada, yaitu angin!”
“Adakah yang lebih kuat daripada angin?”
“Ada, yaitu do’a!”
Dialog di atas menunjukkan betapa dahsyat kekuatan sebuah kata bernama “do’a”. Do’a bukan
semata-mata sesuatu yang harus diutarakan secara formal sesuai dengan
tuntunan yang telah diajarkan Rasulullah saw, tetapi juga segala yang
terucap secara lisan ataupun masih dalam hati sekalipun. Do’a setiap makhluk akan selalu didengar oleh-Nya dan niscaya akan diperkenankan.
Dalam Al Qur’an surat Al-Mu’min (40) ayat 60, Allah swt berfirman:
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam
keadaan hina dina”.
Setiap Perkataan adalah Do’a
Pada beberapa kesempatan, kekuatan do’a dapat disaksikan dengan begitu mudahnya. Beberapa
cerita yang kami tulis berikut ini merupakan bukti nyata yang dinukil
dari pengalaman menjalankan tugas menagih pajak daerah.
Di era keterbukaan informasi dan keberdayaan masyarakat maka tugas penagihan pajak merupakan sebuah tantangan tersendiri. Masyarakat bisa dengan berani dan secara terbuka menyampaikan opini mereka tentang kami yang disamakan dengan Gayus!
Langsung tersinggung dengan ucapan dan anggapan buruk mereka bukanlah penyelesaian masalah. Bahkan dapat menimbulkan sebuah masalah baru yang lebih parah lagi yang akibatnya bisa fatal. Oleh karena itu, kepada mereka kadang-kadang kami sampaikan dagelan yang menyebabkan kami tertawa bersama.
Alhamdulillah, ketika suasana sudah cair maka keakraban pun biasanya berakhir dengan penyelesaian kewajiban. Oleh karena itu kemampuan mendekati secara humanis merupakan salah satu kunci keberhasilan penagihan pajak daerah. Sikap arogan menggunakn ancaman bertameng Undang-undang dan bersenjatakan aturan lainnya hanya akan menimbulkan perlawanan.
Namun demikian upaya penghindaran terhadap pajak daerah tidak jarang terjadi. Ada yang menunjukkan pembukuan yang omzetnya sudah dimainkan. Bahkan tidak sedikit mereka yang dengan mudahnya mengangkat sumpah. “Demi
Allah!” mudah sekali keluardari bibir, dilanjutkan dengan kalimat yang
menunjukkan bahwa usaha mereka sedang sepi atau bahkan sedang menuju
kebangkrutan.
Untuk yang terakhir ini, rupanya mereka tidak
menyadari adanya tuntunan Rasulullah saw bahwa “Kullu kalam addu’a.”
(Setiap perkataan adalah do’a).
Setiap do’a yang terucap pun akan ditanggapi oleh yang Maha Dekat sebagaimana Allah swt berfirman :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(QS: Al-Baqarah (2) : 186)
Mengingatkan akan kekuatan ucapan kepada mereka
yang berani bersumpah atas nama Tuhan, tentu hanya akan melahirkan
polemik tanpa ujung. Walaupun
demikian kepada mereka yang sempat berucap demikian kami sampaikan do’a
semoga usaha yang dijalankan makin maju dan bisa berpartisipasi dalam
membangun Kabupaten Indramayu.
Berbagai Kisah
Mungkin sebagian masyarakat Indramayu terutama
penggemar kuliner masih ingat akan sebuah rumahmakan yang menyediakan
ikan bakar laut dalam bernama Ethong. Ikan yang semula dibuang ini tiba-tiba populer menjadi sajian favorit. Salah satu pengusaha ikan bakar di pantai utara Indramayu menikmati masa jayanya saat itu.
Masyarakat pun berbondong-bondong ingin menikmati hidangan special laut dalam ini. Jangankan
yang letaknya dekat dengan lokasi rumahmakan, masyarakat yang jarak
tempuhnya puluhan kilometer pun datang bertandang untuk bisa menyantap
bakaran khasnya. Konsumen umumnya bermobil, paling tidak menggunakan kendaraan roda dua. Konsumen kadang-kadang harus antri bergantian untuk menunggu gubuk-nya kosong. Dengan ratusan pengunjung dalam sehari, maka omzetnya pun tidak sedikit.
Untuk memudahkan, kami ilustrasikan, cukup 100
orang konsumen setiap harinya, makan seporsi ethong dianggap murahnya
saja Rp. 10.000/orang. Jadi omzet sehari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Tentu ilustrasi ini sangat jauh lebih sedikit dari kenyataan, hanya untuk memudahkan perhitungan.
Dengan omzet rata-rata satu hari Rp. 1.000.000,- maka bila dalam sebulan buka 25 hari saja maka omzetnya Rp. 25.000.000,-/bulan. Lagi-lagi
ilustrasi omzet bulanan ini juga diambil dengan nilai yang jauh lebih
rendah dari kenyataan dan dengan pertimbangan bahwa setiap usaha akan
mengalami pasangsurut alias berfluktuasi.
Dengan omzet Rp. 25.000.000,-/bulan yang
dipersandingkan dengan aturan yang berlaku yaitu Perda Kabupaten
Indramayu Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran, ditetapkan bahwa
tariff Pajak Restoran sebesar 10% dari omzet. Dengan
demikian maka kita akan sepakat bahwa pajak yang harus dibayar
pengusahatersebut Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)
per-bulan.
Namun pada kenyataannya, jangankan Rp. 2,5
juta/bulan, dalam setahun pun pajak yang dibayarkan pengusaha ikan bakar
itu tidak pernah mencapai angka tersebut. Bahkan dalam 10 tahun terakhir sekalipun!
Kalau hanya menerima petugas penagihan pajak
restoran dengan tidak ramah, suatu hal biasa dan kami sudah punya trik
menghadapinya. Namun yang sama sekali tidak kuasa kami tangani adalah permintaan pengusaha itu kepada Yang Maha Kuasa.
“Dari kemarin-kemarin selalu sepi, tidak ada yang datang!” Kalau kebetulan pada saat kunjungan ternyata ramai, “ Baru buka hari ini, hanya sekali-sekali ada pengunjung seperti ini. Sebentar lagi juga kosong lagi.” Berbagai ucapan lain diucapkan untuk yang intinya berusaha menghindari kewajiban membayar pajak. Bahkan tidak sekali-dua kali diikuti dengan ucapan, “Demi Allah!”
Soal besarnya pajak yang dibayarkan pengusaha
tersebut tidak perlu dibahas lagi, tetapi soal do’a beliau, inilah yang
akhirnya berbuntut panjang. Selain kami yang hanya mampu mengurut dada mendengar serapahnya, ada para malaikat yang mengamini do’a yang terucap. Tuhan
pun mengabulkan permintaan hamba-Nya yang menginginkan usaha rumahmakan
yang sangat maju itu berbalik dari kenyataan sekarang.
Sesuai do’a pemiliknya, kini rumahmakan itu bukan
hanya tidak bisa membayar pajak yang menjadi kewajibannya tetapi juga
tidak berhenti ditawarkan untuk dijual.
Cerita lain datang dari ujung selatan Indramayu,
sebuah lokasi penambangan pasir di sekitar perbatasan Indramayu-Subang
dan Sumedang. Lokasi pasir sedot yang menjadi favorit para sopir truk pengangkut, pasirnya bagus dan harga jualnya tinggi. Setiap hari ratusan truk antri keluar masuk, dari pagi hingga pagi berikutnya tanpa henti.
Kalaulah diandaikan dalam satu hari dari usaha yang
dulu dikenal sebagai Galian C ini melayani 30 truk dengan kapasitas
angkut 6 meter kubik. Maka dengan harga pasir sedot Rp. 70.000/m3 dalam sehari akan diperoleh omzet Rp.12.600.000,-. Ilustrasi
ini hanya untuk memudahkan perhitungan, volume dibuat sangat rendah,
bahkan dengan kapasitas produksi hanya 30 truk/har,maka sebuah usaha pasir sedot tidak akan bisa membiaya operasionalnya!
Dengan demikian usaha pasir sedot itu dalam sebulan
(dihitung operasional 25 hari) maka omzetnya mencapai Rp. 315.000.000,-
yang berarti kewajibannya kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu lebih
dari Rp. 78.750.000,- (tujuh puluh delapan uta tujuh ratus dua puluh
mima ribu rupiah) karena dalam Perda Kabupaten Indramayu Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 5 disebutkan bahwa, “Besarnya tariff sebesar 25% dari nilai jual hasil pengambilan mineral bulan logam dan batuan.”
Namun karena harga dasar yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten Indramayu masih standar yang sudah sangat lama,
maka Harga Dasar-nya bukanlah Rp. 70.000/m3 tetapi Rp. 6.500,-/m3. Oleh karena itu kewajiban pajak yang harus dibayar pun hanya Rp. 7.312.500,- hang didapat dari :
30 truk/hari X 6 m3/truk X 25 hari X Rp. 6.500,-/m3 X 25%
Kalau rata-rata 30 truk dalam sehari maka pajak
yang harus dibawar pengusaha sebesar Rp. 7.312.500, maka jika
dibandingkan dengan kenyataan bahwa dalam sehari ratusan truk yang
datang ke sana, atau mudahnya rata-rata 100 truk saja, maka pajak yang
menjadi kewajiban pengusaha tersebut mendekati 25 juta rupiah atau
tepatnya Rp. 24.375.500,-/bulan.
Dengan berbagai dalih pada kenyataannya, pajak yang dibayarkan pengusaha tersebut amat sangat sedikit. Kewajiban setahun tidak pernah lebih dari potensi sebulan seperti perhitungan di atas. Alasan
yang selalu dikemukakan sungguh membuat kita mengelus dada, “Baru hari
ini buka!” atau “Mesin rusak terus!” atau “Boro-boro bayar pajak, untuk
operasional saja nombok!” dan sebagainya.
Sungguh tajam ucapan yang disampaikan, usaha pasir
sedot dengan kapasitas ribuan meter kubik perhari itupun tiba-tiba harus
amblas ditelan bumi. Meninggalkan jejak berupa telaga yang sangat dalam, dengan kapasitas tampung lebih besar daripada Waduk Bojongsari.
Dua kisah di atas adalah contoh nyata betapa Tuhan sangat dekat, dan ucapan yang dikemukakan adalah do’a yang sangat dahsyat. Sengaja
ditulis bukan untuk membuka aib seseorang tetapi menjadi bahan koreksi
diri bagi kita semua untuk tidak sembarang mngucap. Apalagi tindakan itu dilakukan hanya untuk menghindari sebuah kata bernam “pajak”.
Penutup
Bukan rahasia lagi kalau potensi Pajak Daerah di
Kabupaten Indramayu masih sangat terbuka lebar untuk terus digali
manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Diperlukan kerjasama yang baik antara aparat, pengusaha dan masyarakat.
Upaya penghindaran pajak daerah seperti yang
diceritakan dimuka memang masih ada yang berusaha melakukaknnya dengan
berbagai cara. Namun,
alhamdulillah tidak sedikit pengusaha yang penuh kesadaran membayar
kewajibannya dalam berkontribusi untuk pembangunan di Kabupaten
Indramayu.
Adanya penghindaran pajak bukan semata-mata
kesalahan dari para Wajib Pajak tetapi merupakan bahan koreksi semua
dinas/instansi terkait. Dari
perjalanan mendampingi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terungkap bahwa
para pengusaha umumnya tidak mengetahui tentang Peraturan Daerah yang
menetapkan mereka sebagai wajib pajak dan berbagai hak dan kewajibannya,
termasuk tentang tarif pajak itu sendiri.
Diperlukan sosialisasi Peraturan Daerah tentang
Pajak Daerah dengan cara yang tidak monoton sehingga mudah dimengerti,
dipahami dan ditaati oleh para Wajib Pajak. Metode partisipatif merupakan salah satu alternative yang dapat dipilih.
Dengan demikian diharapkan terjadi perubahan mind-set. Pengusaha tidak lagi memandang pajak sebagai kewajiban yang memberatkan tetapi menjadikan pajak sebagai kebutuhan. Kebutuhan
untuk mendapatkan keberkahan atas do’a dari para penerima manfaat
pembangunan yang dananya berasal dari pajak yang para pengusaha
bayarkan.
Bukankah ucapan terimakasih dan syukur juga merupakan do’a yang insya Allah akan dikabulkan oleh Sang Maha Empunya?
Rating:
100%
based on 10 ratings.
5 user reviews.
0 comments:
Post a Comment